
Papan informasi proyek Penggantian Jembatan Jagalan Klakah di Lumajang. Wartawan dilarang mendokumentasikan lokasi pekerjaan. | Foto: SGB-News.id
Lumajang, SGB-News.id— Proyek Penggantian Jembatan Jagalan Klakah di ruas jalan Probolinggo–Lumajang kembali memantik sorotan publik. Bukan karena progresnya, melainkan karena dugaan manipulasi administrasi (SPJ), pelanggaran spesifikasi teknis, hingga intimidasi terhadap wartawan yang hendak meliput.
Proyek dengan nilai kontrak Rp 4.302.534.000, dikerjakan oleh PT. Mitra Nagata Wisesa berdasarkan kontrak tertanggal 23 April 2025, dengan masa kerja 252 hari, seharusnya dilaksanakan secara transparan sesuai amanat Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik.
Namun, fakta di lapangan menunjukkan sebaliknya.
Sejumlah sumber menyebutkan bahwa pembesian dan penggunaan material proyek diduga tidak sesuai Rencana Anggaran Biaya (RAB). Meski begitu, laporan pertanggungjawaban (SPJ) tetap disusun “bersih” tanpa catatan pelanggaran.
Jika hal ini terbukti, maka dapat dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi, sebagaimana diatur dalam:
Pasal 2 dan 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 Jo UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Yang lebih memprihatinkan, wartawan yang hendak mengambil dokumentasi proyek justru dihadang oleh sejumlah oknum berpenampilan preman. Mereka menghalangi peliputan dan melarang pengambilan gambar, seolah proyek ini milik pribadi dan bukan proyek negara.
Padahal, menghalangi tugas jurnalistik merupakan tindak pidana, sebagaimana diatur dalam:
Pasal 18 Ayat (1) UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers — Ancaman pidana 2 tahun atau denda Rp500 juta.
Apakah proyek pemerintah kini harus dilindungi dengan “keamanan ala mafia”?
Apakah kontraktor lebih tunduk pada preman daripada pada hukum?
Publik meminta Balai Besar Pelaksana Jalan Nasional (BBPJN) Jatim–Bali, Inspektorat, Kejaksaan, dan Kepolisian untuk segera turun tangan melakukan audit fisik dan administrasi, serta menindak pihak yang mengintimidasi wartawan.
Uang rakyat tidak boleh dirampok secara berjamaah atas nama proyek pembangunan.
Jika benar proyek ini dijalankan dengan laporan palsu dan dijaga dengan kekerasan, maka diamnya aparat adalah bentuk pembiaran.
Hingga berita susulan ini ditayangkan, pihak kontraktor maupu
n instansi terkait belum memberikan tanggapan apapun.