
Probolinggo, Sgb-News.id – Masyarakat di berbagai daerah diingatkan untuk memahami perbedaan tugas pokok dan fungsi (tupoksi) antara wartawan (insan pers), organisasi masyarakat (ormas), dan lembaga swadaya masyarakat (LSM). Pasalnya, profesi wartawan yang seharusnya dijalankan secara profesional kini kerap dicederai oleh oknum yang merangkap jabatan dan memanfaatkan atribut pers untuk kepentingan lain.
Salah satunya diduga dilakukan oleh seorang oknum berinisial LT dari salah satu media . LT disebut tidak hanya berprofesi sebagai wartawan, tetapi juga aktif di ormas dan LSM. Praktik rangkap ini dikhawatirkan merusak marwah pers, sebab wartawan seharusnya fokus pada kerja jurnalistik yang independen, berimbang, dan berbasis fakta.
“Ironisnya, oknum ini kerap memamerkan kartu pers, bahkan diketahui memegang banyak ID card pers dari beberapa media berbeda. Tidak hanya itu, LT juga mengantongi kartu anggota dari sejumlah ormas dan LSM. Kondisi ini membuat masyarakat bingung, apakah ia bertindak sebagai jurnalis, aktivis, atau justru keduanya untuk kepentingan tertentu,” ujar seorang warga, DD, Sabtu (5/10).
Menurut DD, tindakan LT makin mencurigakan karena hasil tulisannya kerap mengutip dari media lain tanpa verifikasi, dan ketika dikonfirmasi justru tidak bisa memberikan keterangan yang memadai.
DD juga menyoroti pemberitaan LT yang berjudul “Bantahan Dugaan Pengusiran Wartawan di Desa Pakuniran, Warga Sampaikan Keluhan atas Perilaku Sosial, BPD Tegaskan Tidak Jadi Provokator.” Menurutnya, tulisan tersebut tidak berimbang dan berpotensi memicu provokasi.
“Kalau memang ada pengusiran wartawan, mana buktinya? Siapa yang diusir? Justru warga resah karena berita itu seolah mengada-ada. LT juga tidak bisa memberi hak jawab yang jelas ketika dimintai penjelasan,” tegas DD.
Lebih lanjut, DD mempertanyakan peran LT yang diduga justru menjadi bagian dari provokasi bersama sejumlah pihak lain. “Kalau ada yang menyebut warga sebagai penyebar ‘virus sosial’, apa dasarnya? Tolong diperjelas, jangan membuat stigma tanpa bukti,” tambahnya.
Komentar juga datang dari Pitric Ferdianto, Pemimpin Redaksi Sgb-News.id. Ia menegaskan bahwa wartawan sejati adalah kontrol sosial yang kritis dan independen.
“Wartawan harus menyajikan informasi teraktual tanpa menyalahkan. Mereka tidak boleh mencari-cari kesalahan karena dendam pribadi. Wartawan punya hak untuk bertanya dan memberikan kesimpulan, tetapi tetap berdasarkan fakta. Jika seorang wartawan juga membawa kartu anggota ormas atau LSM, maka cenderung ada penyalahgunaan. Mereka bisa saja menggunakan lembaganya untuk menyalahkan pihak tertentu, lalu menaikkan pemberitaan melalui medianya. Itu jelas merusak marwah pers,” tegas Pitric.
Pakar pers juga mengingatkan, wartawan sejati bekerja di media massa cetak, elektronik, maupun siber, dengan tugas utama menjalankan fungsi jurnalistik: mencari, mengolah, dan menyajikan berita yang berimbang serta memberikan ruang hak jawab. Sementara itu, ormas dan LSM memiliki fungsi berbeda, yakni mengadvokasi kepentingan masyarakat melalui jalur organisasi dan sosial.
Menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, Pasal 6 huruf (d) menyebutkan bahwa pers nasional melaksanakan peran melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum. Artinya, wartawan wajib bekerja secara independen, bukan untuk kepentingan pribadi maupun kelompok.
Sementara itu, Kode Etik Jurnalistik (KEJ) Pasal 1 menegaskan wartawan Indonesia harus bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk. Pada Pasal 3 ditegaskan wartawan Indonesia selalu menguji informasi, tidak mencampurkan fakta dengan opini yang menghakimi, serta tidak membuat berita bohong.
“Ketika seseorang merangkap sebagai wartawan sekaligus ormas atau LSM, maka fungsi pers bisa tercederai. Apalagi jika aktivitasnya digunakan untuk kepentingan pribadi, seperti meminta uang atau menekan pihak tertentu. Ini jelas tidak sesuai dengan UU Pers dan Kode Etik Jurnalistik,” ujar seorang pemerhati media di Probolinggo.
Masyarakat pun diminta mewaspadai praktik wartawan abal-abal yang mengaburkan fungsi pers dengan kepentingan ormas maupun LSM. Hal ini penting agar citra pers tetap terjaga sebagai profesi terhormat dan pilar demokrasi.
Tim-Redaksi