Malang, SGB-News.id – Dugaan ketidaksesuaian pernyataan Petugas Penyuluh Lapangan (PPL) Kecamatan Dampit, Kabupaten Malang, terkait aturan pupuk bersubsidi berbuntut panjang. Seorang warga berinisial S melayangkan surat permohonan klarifikasi resmi yang ditujukan kepada PT Petrokimia Gresik, setelah adanya ucapan PPL yang dinilai bertentangan dengan instruksi Presiden RI dan Menteri Pertanian.
Dalam surat bernomor 02 P-Mas/X/2025 tertanggal 24 Oktober 2025, S meminta klarifikasi tertulis atas pernyataan PPL yang disampaikan saat kunjungan lapangan bersama pegawai Petrokimia Gresik ke rumahnya pada 23 Oktober 2025. Surat tersebut turut ditembuskan kepada Menteri Pertanian RI, Bupati Malang, Kapolres Malang, Kajari Malang, dan Camat Dampit.
Isi surat itu menegaskan, pernyataan PPL dianggap tidak sejalan dengan kebijakan nasional mengenai pemerataan distribusi pupuk subsidi. Dalam poinnya disebut, PPL menyebut bahwa pupuk bersubsidi hanya diberikan untuk komoditas tertentu seperti kopi, tebu, dan jagung, sementara tanaman hortikultura tidak termasuk penerima subsidi.
“Pernyataan itu jelas bertentangan dengan instruksi Presiden dan Menteri Pertanian, bahwa petani berhak mendapatkan pupuk subsidi sesuai kebutuhan. Kalau hortikultura tidak diakui, apakah itu bukan hasil pertanian?” tulis isi pesan yang beredar di kalangan petani.
Tak hanya itu, dalam pesan lanjutan disebutkan, PPL bahkan menyampaikan bahwa petani kopi hanya berhak mendapat pupuk Urea, dan bila membutuhkan pupuk lain, petani diminta membeli pupuk non-subsidi. “Ada rekaman pernyataan tersebut yang disimpan oleh Pak W,” ujar sumber yang enggan disebutkan namanya.
Menindaklanjuti hal itu, Yoyok, salah satu aktivis pertanian yang juga kakak dari S, mengirimkan surat resmi ke PT Petrokimia Gresik. Dalam surat tersebut, ia menegaskan perlunya klarifikasi langsung dari pihak perusahaan, karena pernyataan PPL dilakukan saat pertemuan yang juga dihadiri pegawai Petrokimia.
Namun, hingga berita ini diturunkan, informasi balasan yang diterima Yoyok justru akan datang dari pihak Pupuk Indonesia, bukan dari Petrokimia Gresik selaku pihak yang dikirimi surat resmi. Hal ini dinilai sebagai bentuk pengalihan tanggung jawab yang tidak sesuai dengan etika administrasi lembaga pemerintah dan BUMN.
“Kami meminta klarifikasi tertulis langsung dari Petrokimia, bukan dilempar ke Pupuk Indonesia. Ini menyangkut kebenaran pernyataan yang disampaikan di lapangan,” tegas Yoyok kepada SGB-News.id, Senin (27/10/2025).
Dalam komunikasi via pesan WhatsApp, Dicky Rahendra, perwakilan dari Petrokimia Gresik, sempat memberikan tanggapan singkat dengan menyebut akan berkoordinasi dengan tim PI (Pupuk Indonesia) di lapangan.
“Kami akan coba berkoordinasi terlebih dahulu dengan tim PI yang ada di lapangan, nggih,” tulisnya.
Yoyok menilai jawaban tersebut tidak menjawab substansi masalah. Menurutnya, klarifikasi harus datang langsung dari Petrokimia Gresik, karena pegawai perusahaan itu ikut dalam pertemuan di rumah S. Ia juga menyebut adanya dugaan ketidaksinkronan antara penjelasan di lapangan dengan kebijakan resmi pemerintah pusat.
“Kami tidak ingin ini hanya dianggap sepele. Pernyataan PPL yang tidak sesuai dengan aturan bisa menyesatkan petani. Apalagi kalau sampai membatasi hak petani terhadap pupuk subsidi,” tambah Yoyok.
Surat tersebut menyinggung pula dugaan bahwa pernyataan PPL bertentangan dengan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 15 Tahun 2025 serta Peraturan Presiden Nomor 6 Tahun 2025 tentang tata kelola pupuk bersubsidi.
Publik kini menunggu langkah konkret dari PT Petrokimia Gresik untuk memberikan klarifikasi resmi dan tertulis sebagaimana diminta dalam surat. Sebab, ketidakjelasan informasi di tingkat penyuluh lapangan dapat memicu kebingungan dan ketidakadilan dalam penyaluran pupuk bersubsidi yang sangat vital bagi petani kecil.