Lumajang, SGB-News.id – Proyek pembangunan saluran drainase di ruas Jalan Senduro–Kandangan, Kabupaten Lumajang, disorot tajam oleh Aliansi Madura Indonesia (AMI).
Proyek senilai Rp 2,4 miliar yang bersumber dari APBD Tahun Anggaran 2025 itu diduga kuat dikerjakan tidak sesuai spesifikasi teknis dan berpotensi sarat permainan.
Proyek dengan nomor kontrak 000.3.3/7309PEMB.DRN/427.56/2025 dilaksanakan oleh CV Alfatirena Persada Konstruksi, sementara CV Elbarokah Karya Persada bertindak sebagai konsultan pengawas.
Kegiatan tersebut berada di bawah tanggung jawab Dinas PUPR Kabupaten Lumajang.
Diduga Proyek “Titipan” dan Asal Jadi
Berdasarkan informasi yang diperoleh tim AMI, pelaksana proyek berasal dari luar daerah, yakni Kabupaten Jember.
Kondisi ini menimbulkan dugaan adanya unsur “titipan” proyek dalam proses tender di lingkungan Dinas PUPR Lumajang.
Hasil pemantauan lapangan menemukan sejumlah kejanggalan, antara lain:
Pekerja tidak menggunakan alat pelindung diri (APD) seperti helm proyek dan sepatu keselamatan.
Tidak ditemukan kotak P3K di lokasi kerja.
Pelaksana dan konsultan pengawas jarang berada di lokasi, sehingga mutu pekerjaan diragukan.
Seorang warga sekitar mengaku kecewa karena proyek justru merusak fasilitas pribadi.
“Katanya proyek untuk membangun, tapi malah merusak pagar rumah orang. Bukannya memperbaiki, malah bikin masalah baru,” ujarnya.
Anggota Aliansi Madura Indonesia, Dierel, menegaskan bahwa pihaknya akan mengawal dugaan penyimpangan ini hingga tuntas.
“Kami minta Dinas PUPR jangan menutup mata. Pekerjaan fisiknya memang ada, tapi apakah bisa bertahan satu tahun kalau mutunya di bawah standar?” tegas Dierel.
Menurutnya, proyek publik harus dikerjakan dengan prinsip transparansi dan profesionalisme, bukan menjadi ladang titipan rekanan tertentu.
“Kalau ada permainan dalam tender atau pengawasan, kami akan bawa temuan ini ke kejaksaan. Jangan bodohi masyarakat dengan proyek asal-asalan,” tambahnya.
Aliansi Madura Indonesia juga mendesak evaluasi menyeluruh terhadap rekanan dan konsultan proyek yang dinilai lalai dalam menjalankan tanggung jawabnya.
“Kami akan awasi sampai tuntas. Jangan sampai proyek miliaran rupiah ini hanya jadi simbol pembangunan semu,” tegas Dierel.
Ia menilai lemahnya pengawasan dari Dinas PUPR menjadi akar masalah yang berulang di proyek infrastruktur daerah.
“Kalau pejabatnya diam, berarti ada permainan di dalamnya. Kami siap ungkap sampai ke akar,” pungkasnya dengan nada tajam.
Kasus dugaan penyimpangan proyek drainase ini menjadi ujian bagi komitmen pemerintah daerah dalam menegakkan transparansi dan akuntabilitas.
Masyarakat kini menanti langkah konkret dari Inspektorat dan aparat penegak hukum untuk menindak dugaan permainan proyek yang telah mencoreng wajah pembangunan Lumajang.
Tim-Redaksi