
Sgb-news.id°Probolinggo – Malam 17 Agustus 2025 menjadi momen penuh makna bagi masyarakat RT 07 Desa Jangur, Kecamatan Sumberasih, Kabupaten Probolinggo. Di tengah euforia perayaan Hari Ulang Tahun ke-80 Republik Indonesia, warga setempat memilih merayakan kemerdekaan dengan cara yang berbeda: melaksanakan Barik’an, sebuah tradisi sakral yang diwariskan turun-temurun.
Barik’an bukan sekadar acara kumpul atau makan bersama. Ia adalah simbol doa, rasa syukur, sekaligus bentuk penghormatan kepada para pejuang bangsa yang telah gugur membela kemerdekaan. Dalam tradisi ini, masyarakat berkumpul, memanjatkan doa bersama untuk arwah para pahlawan, sekaligus mendoakan keselamatan bangsa dan kesejahteraan desa.
Nilai sakral inilah yang menjadikan Barik’an tetap bertahan meskipun zaman terus berubah.Suasana malam itu terasa begitu khidmat. Di halaman rumah warga, tikar digelar, aneka makanan dan tumpeng hasil swadaya masyarakat disusun rapi. Warga dari berbagai kalangan—anak-anak, remaja, hingga orang tua—duduk melingkar dengan wajah penuh keakraban. Kehangatan dan kebersamaan yang tercipta menjadi bukti bahwa Barik’an bukan hanya ritual, tetapi juga sarana mempererat tali silaturahmi antarwarga.
Acara kali ini semakin istimewa karena dihadiri langsung oleh Lotvi, Kepala Desa Jangur, dan Agus Setijono, S.Sos., Camat Sumberasih. Kehadiran keduanya memberikan dukungan moral yang besar bagi warga untuk terus melestarikan budaya sakral ini.Dalam sambutannya, Kepala Desa Jangur menekankan pentingnya menjaga warisan leluhur.“Tradisi Barik’an adalah identitas budaya kita. Jangan sampai hilang karena tergilas zaman. Di dalamnya ada doa, ada kebersamaan, ada persatuan. Inilah kekuatan yang diwariskan nenek moyang kita,” tutur Lotvi penuh semangat.
Senada dengan itu, Camat Sumberasih, Agus Setijono, S.Sos., menegaskan bahwa Barik’an bukan hanya sekadar tradisi lokal, tetapi juga pengingat tentang arti kemerdekaan.“Barik’an mengajarkan kita bahwa kemerdekaan ini diperoleh dengan darah dan pengorbanan. Melalui doa bersama, kita bisa terus memelihara semangat persatuan dan rasa syukur atas nikmat merdeka. Tradisi ini sangat penting diwariskan kepada generasi muda agar mereka tidak tercerabut dari akar budayanya,” ujar Agus.
Kegiatan ini diprakarsai oleh Ketua RT 07 dengan dukungan penuh warga. Peran Samsudin, tokoh masyarakat setempat, juga tidak bisa diabaikan. Ia turut menggerakkan warga untuk bergotong royong menyiapkan segala kebutuhan acara, mulai dari konsumsi hingga pengaturan tempat. Baginya, Barik’an adalah cermin gotong royong yang nyata.“Kalau kita hanya berpesta tanpa berdoa untuk para pejuang, itu sama saja melupakan sejarah. Melalui Barik’an, kita diajarkan untuk selalu ingat bahwa kemerdekaan ini dibayar dengan pengorbanan besar,” tegas Samsudin.
Tradisi Barik’an sejalan dengan nilai-nilai luhur Pancasila. Ia menumbuhkan rasa kebersamaan, memperkuat persatuan, dan menanamkan sikap saling menghormati. Bagi masyarakat RT 07, Barik’an juga menjadi ajang menghidupkan kembali semangat gotong royong yang kini mulai luntur di banyak tempat.
Selepas doa bersama, warga saling berbagi makanan yang telah mereka bawa dari rumah masing-masing. Tidak ada perbedaan, semua duduk sama rendah, sama rata. Anak-anak terlihat riang, para remaja membantu membereskan peralatan, sementara orang tua berbincang hangat satu sama lain. Suasana ini menghadirkan pesan sederhana: hidup akan lebih bermakna jika dijalani dengan kebersamaan dan saling peduli.
Barik’an malam 17 Agustus di Desa Jangur bukan hanya sekadar tradisi tahunan. Ia adalah pengingat bahwa bangsa yang besar adalah bangsa yang tidak pernah melupakan sejarahnya. Di tengah derasnya arus modernisasi, tradisi sakral ini mengajarkan kepada kita bahwa doa, syukur, dan persatuan adalah pondasi kokoh untuk menjaga keutuhan bangsa.
Dengan semangat Barik’an, masyarakat RT 07 Desa Jangur menunjukkan kepada generasi penerus bahwa kemerdekaan tidak hanya dirayakan dengan pesta dan hiburan, tetapi juga dengan doa, rasa syukur, dan penghormatan kepada para pahlawan. Inilah wajah asli Indonesia: sederhana, penuh makna, dan sarat nilai kebersamaan.
Penulis: Ferdianto